Senin, 22 Maret 2010

Nia yang Misterius

Di sekolah Livia, ada seorang anak baru yang berasal dari Sumatera, namanya adalah Nia. Ia anak yang sangat pendiam. Tidak banyak yang diketahui mengenai anak itu. Tidak ada yang tahu apa bakat anak itu.

Livia, si superstar kelas sangat membenci Nia. Ia membenci Nia karena menganggap Nia anak bodoh dan tidak memiliki bakat apapun. Ia sering mengejek Nia. Walaupun begitu, Nia tak pernah terlihat tertekan dengan semua ejekan Livia.

Suatu saat, Ina, teman terdekat Livia mencoba mengobrol dengan Nia

"Nia, sebenarnya mengapa kamu pindah ke sini?" tanya Ina ramah.

"Tidak, hanya karena keluargaku pindah tempat tinggal saja," jawab Nia singkat.

"Oh ya, apa kamu senang bersekolah disini?"

"Yah, lumayan. Tapi aku tidak suka dengan perempuan disini yang sombong-sombong," jelas Nia. "Mereka hanya memandang seseorang dari luarnya saja. Apa mereka memang terbiasa begitu?"

"Ya, begitulah. Kau tahu, sebenarnya aku juga kurang suka dengan sikap Livia yang sombong itu. Tapi aku tutupi saja demi menjaga hubungan baik dengannya," curhat Ina.

"Tahu gak, kamu itu orang pertama yang mau curhat sama aku, lho. Maukah kamu jadi sahabat aku?" tanya Nia.

"Tentu saja!" jawab Ina riang.

Keesokan harinya, Livia mencoba berbicara dengan Nia.

"Heh, anak baru! Kamu tidak pantas sekolah disini! Kamu seharusnya sekolah di kolong jembatan!" ejek Livia, disambut gelak tawa para fans-nya. "Lagipula, siapa orang tuamu? Jangan-jangan, orang tuamu orang miskin, dan kerja serabutan, ya? Dan jangan-jangan kamu tinggal di kolong jembatan, ya?"

Nia yang mendengarnya pun langsung berlari menendang Livia hingga ia terjatuh.

"Kamu boleh hina aku, tetapi kamu tidak boleh hina orang tuaku!" bentak Nia pada Livia.

"Hey, anak baru! Kamu tak perlu sombong! Aku ini superstar di sekolah ini!"

"Aku tak peduli!" balas Nia kasar.

Ina yang melihatnya bingung, apakah ia harus mendukung Nia atau Livia. Ia pun memilih melaporkannya kepada bu Ida, wali kelasnya.

"Bu Ida, saya melihat Nia dan Livia bertengkar, tolong ibu bantu untuk melerai mereka," kata Ina pada Livia.

"Mengapa mereka bertengkar?"

"Begini, bu. Livia mengejek Nia. Karena marah, Nia pun mendorong Livia hingga jatuh. Mereka pun akhirnya bertengkar," jelas Ina.

"Jadi, begitu," kata bu Ida, "terimakasih, Ina. Ibu akan ke kelas,"

Bu Ida pun datang ke kelas. Beliau pun mencoba melerai Livia dan Nia.

"Mengapa kalian bertengkar? Bertengkar tidak akan menyelesaikan masalah. Lebih baik kita selesaikan bersama," kata Bu Ida tenang. "Jelaskan bagaimana kejadian sebenarnya,"

"Begini bu. Livia menjelek-jelekkan orang tua saya. Saya pun melawannya, karena saya tak terima bila ada siapapun yang mengejek orang tua saya!" jawab Nia tegas.

"Tidak, Bu, dia berbohong! Saya tidak melakukan itu!" kilah Livia.

"Baiklah, ibu akan langsung tanyakan pada Ina bagaimana kejadian sebenarnya," tukas bu Ida. "Ina, bagaimana kejadian sebenarnya?"

"Kejadiannya seperti yang dikatakan Nia, Bu Ida. Saya tidak berbohong sama sekali. Kalau tidak percaya, tanyalah pada murid lain,"

Bu Ida pun menanyakan pada Dito, ketua kelas yang terkenal jujur.

"Dito, bagaimana kejadiannya?"

"Sama seperti yang dikatakan Nia, Bu. Saya tak berpihak pada siapapun, jadi tolonglah percaya pada saya."

"Baiklah, Livia dan Nia, pergilah ke ruang guru saat istirahat nanti!" kata bu Ida pada Livia dan Nia

Bel istirahat berbunyi. Livia dan Nia pun datang ke ruang guru dan menghadap ke Bu Ida, walaupun dengan rasa kesal karena harus bertemu lagi dengan musuh mereka.

"Terimakasih sudah datang ke ruang guru sesuai perintah ibu. Bu Ida sudah mendengar semuanya dari Ina. Ibu sudah mengerti bagaimana kasus sebenarnya," kata bu Ida. "Sekarang ibu ingin kalian minta maaf!"

Sebelum Nia menyodorkan tangannya, Livia telah mendahuluinya.

"Maafkan aku, Nia. Aku terlalu sombong padamu. Aku sudah memikirkan, bagaimana rasanya jika menjadi dirimu, dan aku sadar bahwa perbuatanku benar-benar salah. Aku sudah mendengar, bahwa kau pindah kesini karena ayahmu meninggal, sehingga ibumu memilih pindah kota ke kota tempat tinggal orang tua ayahmu. Aku mengerti perasaanmu. Maukah kamu memaafkanku dan menjadikanku sahabat?"

Nia meneteskan air mata mendengarnya. Ia memeluk Livia dengan sedikit terisak.

"Tentu saja, aku sangat senang jika kau meminta maaf dan menjadikanku sebagai sahabatmu. Terima kasih, ya...." kata Nia sambil tersenyum bahagia.

Mereka pun saling berpelukan hangat. Sebelum keluar, mereka mengucapkan terima kasih pada bu Ida

"Terima kasih, bu. Kami berjanji takkkan bermusuhan lagi!!" kata Livia dan Nia bersamaan.

Akhirnya, Livia dan Nia pun menjadi sahabat.